PESAN : "Ndang adong pangantusion na so diantusi, ai molo diantusi saurdot do i dohot pangantusion" ===== "Asa dao do ummaol patupahon sungkunsungkun sian na mangalusi sungkunsungkun, ai molo sala hata ni sungkunsungkun, ba na tau sala nama alus na talehon atik pe satolop hita di alus ni sungkunsungkun i" ===== "Jangan merasa kecewa jika rubrik bahasa dan sastra Batak yang saya sajikan kurang memuaskan. Kenapa anda sendiri tidak merasa memiliki dengan berbuat hal serupa untuk menyajikan yang terbaik..??" ===== "Seseorang yang tidak merasa memiliki Budaya Batak tidak akan pernah merasa kehilangan" ===== "Adat do dongan magodang, uhum dongan saurmatua"

Minggu, 08 April 2012

HATA BATAK : TARBEGE DOPE ULANING DI SIPAREON 50 TAON NARI ?

OLEH : WALDEMAR SIMAMORA *) 

Tulisan ini dimaksudkan sebagai refleksi dalam menghargai agenda internasional bahwa UNESCO (Badan PBB yang menangani pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan) telah menetapkan setiap tanggal 21 Pebruari adalah Hari Bahasa Ibu Sedunia dan sekaligus juga menyikapi proses pergeseran bahasa dan sastra Batak tanpa mengabaikan unsur – unsur lain dalam Budaya Batak. Derita dan segala penderitaan Bahasa Batak pernah dimuat di media yang sedang anda baca dalam tulisan panjang berbahasa Batak berjudul “Parsorion ni Hata Batak”.
            Proses degradasi bahasa dan sastra Batak yang sedang berlangsung saat ini tanpa upaya-upaya penyelamatan, maka dalam kurun waktu berikutnya dapat dikategorikan berpotensi di ambang kepunahan, terancam punah dan pada akhirnya hilang ditelan bumi bagaikan debu yang diterpa hujan lebat dan sirna (punah). Alasan pertama dan utama ialah menipisnya rasa memiliki (sense of belonging) dan kebanggaan diri (dignity) sebagai orang Batak menjadi hal yang serius dan patut dipertanyakan ulang dari sebagian (besar ?) masyarakat Batak selaku penutur digaris depan yang berkolerasi dengan berbagai faktor. Salah satunya adalah makin lunturnya ikatan atau solidaritas komunal yang membawa akibat luas terhadap pranata-pranata sosial, norma-norma yang berlaku dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya Batak. Tegasnya, seseorang yang tidak merasa memiliki, tidak akan pernah merasa kehilangan. Pertanyaannya adalalah resep apakah yang paling mujarab dalam menyikapi hal tersebut untuk melakukan “rehabilitasi rasa memiliki budaya Batak “?.
            Pemberitaan Kompas yang demikian gencar terhadap budaya daerah pada umumnya dan bahasa daerah khususnya menyebutkan dari 742 bahasa daerah yang  tersebar di Indonesia, 169 bahasa daerah terancam punah dan puluhan lainnya ditengarai punah. Pembinaan serta pengembangan bahasa daerah perlu dilakukan upaya-upaya penyelamatan dengan berbagai cara dengan membutuhkan respons dan kebijakan dari berbagai pihak yang menaruh perhatian dan kepedulian terhadap keberadaan budaya Batak pada umumnya, bahasa dan sastra Batak khususnya. Dengan upaya-upaya pembinaan yang dilakukan secara konkret maka diharapkan dapat mengerem laju kepunahan bahasa ini sebagai kekayaan budaya nasional sebagaimana diamanatkan dalam pasal 32 ayat (2 ) perubahan keempat UUD 1945 berbunyi : “Negara menghormati dan memelihara Bahasa Daerah sebagai kekayaan budaya nasional “.

PERGESERAN BAHASA DAN SASTRA BATAK
            Berdasarkan hasil pengamatan, pergeseran bahasa dan sastra Batak dapat dikemukakan sebagai berikut :
  1. Bahasa Batak makin kehilangan basis wilayahnya dan dipakai oleh jumlah penutur yang cenderung menurun dari waktu ke waktu.
  2. Bahasa Batak saat ini lebih banyak dipergunakan di pedesaan.
  3. Mutu penggunaan Bahasa Batak saat ini oleh berbagai penutur sedang mengalami proses degradasi, hal ini ditandai dengan berbagai fakta empiris sebagai berikut :
a.       Sebagian kosakata bahasa Batak menjadi asing bagi sebagian (besar ?) orang Batak  (nunga gabe hata sileban deba sian hata Batak i di halak Batak)
b.      Minimnya pemahaman sebagian besar generasi muda orang Batak termasuk orang tua terhadap unsur tata bahasa, unsur sastra serta hal-hal yang berkaitan dengan kearifan lokal.
c.       Sebagian besar orang tua merasa enggan berbicara dalam upacara-upacara adat yang cenderung memiliki keterbatasan  pemahaman terhadap dialog adat, umpama, umpasa, tarombo, sistem kekerabatan, jenis ulos dan fungsinya dalam upacara-upacara adat, pemahaman tentang falsafah dan adat Dalihan Na Tolu (Manat mardongan tubu, elek marboru, somba marhula-hula), singkatnya nilai-nilai lama belum mapan menuju proses nilai-nilai baru.
d.      Populasi orang Batak cenderung makin bertambah terhadap kerancuan berbahasa Batak, baik lisan maupun tulisan bahkan populasi orang Batak cenderung akan makin bertambah yang hanya  “simarbatakbatak “ (buta terhadap budayanya sendiri)
  1. Kuatnya pengaruh bahasa-bahasa utama dan teknologi informasi dalam kehidupan global.
  2. Pemahaman yang kurang tepat dari berbagai pihak dengan berbagai alasan yang mengemuka, diantaranya : berbahasa Batak adalah kuno, kedaerahan/ bahasa kampung, stigma bahkan mengangap diri tergolong dari kaum elit jika tidak tahu lagi berbahasa Batak. Yang disebut terakhir  bukankah hal yang demikian merupakan pemahaman yang terbalik?. Kerdil seseorang yang tidak mengenal jati dirinya (jolma na lilu do  na so tumanda dirina)


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
      Pergeseran bahasa dan sastra Batak berkolerasi dengan berbagai faktor,  di antaranya
1.      kebijakan bahasa nasional di masa lalu menjadi alat politik yang merupakan awal dari proses penjajahan identitas lokal. Bahasa Indonesia tidak hanya telah menyebabkan kurang berkembangnya bahasa daerah, tetapi juga menyebabkan kurang berfungsinya bahasa daerah dalam menyumbangkan ide dan nilai untuk pembentukan identitas nasional …” ( Kompas, 28/6/2000:33)
2.      Implikasi melemahnya peran orang tua yang ditandai dengan kurang berjalannya fungsi-fungsi  keluarga sehingga komunikasi keluarga praktis kurang berjalan dalam hal pembinaan dan pewarisan nilai-nilai budaya Batak terhadap anak.
3.      Pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah dewasa ini dibandingkan dengan di era tahun 70-an dinilai kurang efektif, hal ini sangat berkaitan erat dengan berbagai pergantian kurikulum atau sistem pendidikan.
4.      Makin krisisnya tokoh masyarakat dan atau tokoh adat yang menjadi simbol pemersatu dalam masyarakat Batak di satu sisi, sedangkan di sisi lain kurangnya upaya-upaya yang serius secara terus menerus dan berkesinambungan dalam aspek pembinaan atau pewarisan nilai-nilai budaya Batak terhadap generasi muda orang Batak.
5.      Sikap tidak peduli pada orang lain yang merupakan sikap mental menimpang yang menjadi suatu gaya dan tingkah laku individu secara umum (Batak: ambe laos).

6.      Masuknya paham keagamaan yang bersifat eksklusif dan tidak toleran yang cenderung mengabaikan adat istiadat bahkan di masa lalu aksi pembakaran ulos Batak di sejumlah kota maupun daerah oleh orang Batak sendiri dan cenderung populasi orang Batak dari unsur generasi muda yang berasal dari berbagai gereja akan makin bertambah untuk digarap dengan berbagai cara masuk ke sekte tersebut.
7.      Orientasi hidup masyarakat cenderung makin individualis/eksklusif dan konsumerisme.
8.      Perkawinan antar etnis (pembauran) dan lingkungan sosial heterogen (multi etnis) yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarga sehingga bahasa daerah yang berasal dari kedua etnis yang menjadi suami istri itu terabaikan bagi anak sebagai pewaris nilai-nilai budaya Batak dan budaya dari suku lain.
9.      Akses informasi mengenai bahasa dan sastra Batak memiliki keterbatasan terutama di pedesaan sebagai bahan rujukan dan referensi di satu sisi, sedangkan di sisi lain kurang terkordinirnya tulisan-tulisan/artikel yang dipublikasikan di berbagai media terutama media cetak untuk dibukukan/didokumentasikan.






REVITALISASI BAHASA DAN SASTRA BATAK
            Bahasa Batak merupakan salah satu bahasa daerah yang penting dan terkemuka di Indonesia bahkan menurut pengakuan Dr. Kern sebagaimana dicantumkan dalam buku ”jambar hata dongan tu ulaon adat” menyebutkan “dari penyelidikan saya mengenai bahasa-bahasa yang ada di sekitar kepulauan yang ada di lautan pasifik, bahasa Batak salah satu yang terindah”.  Ditinjau dari berbagai sudut berdasarkan hasil analisa penulis, bahasa Batak menempati urutan ke-2 sesudah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.  Yang dimaksud dengan bahasa Batak adalah Bahasa Batak Toba dalam kehidupan sehari-hari dan pemahaman budaya lebih gamblang dinamai bahasa Batak.
            Kesantunan dan perilaku tingkat kemajuan kehidupan atau peradaban suatu suku atau bangsa secara eksplisit terlihat dari bahasanya.  Bahasa Batak memiliki keteraturan, kekayaan kosakata, unsur tata bahasa, keindahan unsur sastra, hal ini memperlihatkan kemajuan peradaban yang ditandai dengan sistem aksara Batak.  Tegasnya, kaidah bahasa Batak mencerminkan ketertiban perilaku kehidupan masyarakat Batak, terlepas dari aspek pergeseran bahasa dan sastra Batak dewasa ini serta sikap mental dari oknum yang menyimpang dari tatanan adat/pranata-pranata sosial yang berlaku (asas kepatutan).
            Namun jika ditelusuri lebih jauh, kosakata bahasa Batak yang masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan balai pustaka, edisi ke-2 tahun 1997 tergolong minim, hanya 14 (empat belas) kosakata bahasa Batak yang didominasi bahasa Jawa.  Generasi muda orang Jawa tentulah merasa bangga akan hal ini, bagaimana dengan generasi muda orang Batak dengan kosakata bahasa Batak yang minim itu?.
 Pertanyaan kritisnya adalah unsur-unsur apakah yang harus dipenuhi untuk menentukan kosakata bahasa Batak yang lain atau dari bahasa daerah lain masuk ke dalam KBBI?.  Menurut hemat penulis, ratusan kosakata bahasa Batak layak dimasukkan ke KBBI terutama dari unsur hata andung yang merupakan salah satu keunikan bahasa Batak di dunia.
            Pembaca yang budiman, revitalisasi bahasa dan sastra Batak dalam tulisan ini adalah pembinaan yang bersifat konkret dari berbagai pihak sebagai nilai-nilai perwujudan yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan sasaran utama generasi muda orang Batak terutama yang duduk di bangku sekolah sebagai upaya-upaya penyelamatan bahasa dan sastra Batak melalui jalur strategis, di antaranya:


JALUR KELUARGA
            Penulis menaruh harapan yang besar terhadap orangtua, kiranya dapat mewujudkan fungsi-fungsi keluarga (peran orangtua) dalam pembinaan anak di lingkungan keluarga melalui nilai-nilai sosialisasi dan pendidikan.  Alangkah baiknya, jika orangtua berkomunikasi dalam bahasa Batak di rumah terhadap anak dengan pendekatan dialogis.  Belajar dari pengalaman, sebaiknya materi pembinaan yang disampaikan dengan pendekatan “sintetis”.  Artinya, materi pembinaan yang dipersiapkan dalam konteks yang lebih luas.  Contoh dalam bentuk poda: Na pinodahon do asa poda, na pinollunghon asa pollung

Bagi yang beragama kristen, alangkah baiknya juga mengutip nats Alkitab yang saling berkaitan. Mateus 23 : 3  “Onpe, ula jala radoti hamu ma sasude na pinodahon nasida tu hamu, alai unang ma tiru hamu ia pambahenan nasida, ai na ripe mamodai do nasida, so adong diulahon”. Bentuk lain semisal turi-turian, torsa-torsa, barita mardongan poda, umpama, umpasa, tarombo, sistem kekerabatan bahkan mitos.  Tidak perlu alergi terhadap mitos karena tidak di dukung dengan fakta-fakta.  Pengetahuan ilmiah sekalipun banyak yang bersumber dari mitos-mitos.  Demikian harapan penulis kepada segenap orangtua.  Mauliate ma jumolo pinasahat tu hamuna natua-tua nami nang tu adopan ni amanta raja, inanta soripada, haha anggi nang pinaribot. 

JALUR SEKOLAH
            Sebagaimana diketahui, di penghujung tahun 2011 telah terjadi perubahan nomenklatur di tingkat kementerian.  Salah satunya adalah kementerian pendidikan dan kebudayaan.  Dengan perubahan nomenklatur tersebut, maka propinsi, kabupaten/kota, mungkin akan menyesuaikan nomenklatur di daerah secara bertahap terutama penduduk yang homogen.  Dengan demikian, implementasi pemeliharaan, pewarisan dan pembinaan budaya Batak memiliki peluang besar karena Dinas Pendidikan memiliki basis/sasaran yang luas melalui sekolah-sekolah, baik tingkat SD, SLTP dan SLTA.
            Penulis ingin menyampaikan usul, kiranya materi muatan lokal diutamakan bahasa Batak melalui jalur sekolah untuk lebih dikembangkan ke depan melalui kebijakan/komitmen antara eksekutif dan legislatif di daerah menyangkut peraturan daerah (Perda) dan peraturan pelaksanaannya serta anggaran yang dibutuhkan. 
Hal-hal yang akan dipersiapkan adalah sosialisasi, cakupan materi muatan lokal, tim penyusun materi/kajian bahasa Batak, buku-buku yang diperuntukkan sebagai bahan ajar, orientasi/sarasehan bagi guru-guru selaku tenaga pengajar mulok dan lain-lain.


JALUR PERPUSTAKAAN
            Diktum huruf b dasar pertimbangan undang-undang No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dinyatakan “sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional, perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa.  Selanjutnya dalam pasal 22 ayat (2) mengamanatkan “Pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya daerah masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat”.
            Buku merupakan salah satu sumber belajar.  Koleksi buku yang tersedia di perpustakaan umum termasuk buku-buku yang bernuansa budaya Batak, tentu akan menambah cakrawala dan wawasan bagi pemustaka.  Kabupaten Tapanuli Utara sudah sejak lama memiliki perpustakaan umum milik pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara yang terletak di jalan Sisingamangaraja di samping kantor pos Tarutung dengan koleksi buku-buku yang memadai.  Himbauan penulis kepada semua generasi muda orang Batak terutama yang duduk di bangku sekolah, manfaatkan waktu yang sebaik-baiknya untuk membaca dan gemar membaca. 
           

Bagi kabupaten tetangga, mungkin belum memiliki perpustakaan umum, kiranya dapat mempertimbangkan hal ini demi untuk mendukung pelestarian budaya daerah (budaya Batak).  Permohonan penulis kepada anak rantau, jika pulang ke Tapanuli Utara Bona Pasogit yang kita cintai, kiranya berkenan membawa oleh-oleh berupa buku-buku yang bernuansa budaya Batak untuk diserahkan ke perpustakaan umum Kabupaten Tapanuli Utara untuk menambah koleksi buku yang tersedia.  Selain jalur strategis yang disebut di atas yang tidak kalah pentingnya adalah menganjurkan generasi muda orang Batak, kiranya dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang bernuansa budaya Batak semisal lomba menulis aksara Batak, lomba marturi-turian, festival lagu-lagu Batak bahkan silahkan menyimak dan mengamati proses upacara-upacara adat yang sedang berlangsung yang mengacu kepada dua pendekatan:
  1. Girgir manangi-nangi, bangkol manghatahon.
  2. Mata guru roha sisean

SARAN DAN USUL

            Mencermati dan memperhatikan nilai-nilai filosofi, sejarah dan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam budaya Batak terutama menyangkut proteksi, maka penulis mengajukan permohonan kepada semua pihak (peduli budaya Batak), kiranya dapat mempertimbangkan berbagai upaya dan langkah untuk mematenkan paling tidak dari dua hal unsur budaya Batak ke UNESCO yakni:


1.        Ulos Ragidup (baik ulos ragidup naposo maupun ulos ragidup namatua), ulos Sibolang dan masih banyak lagi yang lain yang bernilai sakral itu.
2.        Tortor Cawan dan tortor lain yang juga bersifat sakral.
Mengenai kosakata bahasa Batak terutama dari unsur hata andung yang merupakan salah satu keunikan bahasa Batak di dunia, jika tidak memungkinkan untuk menambah perbendaharaan kata yang sudah ada di KBBI karena berbagai faktor, bagaimana jika kita perkenalkan ke pentas Internasional melalui berbagai event semisal penyelenggaraan piala dunia sepak bola dan piala Eropa antar negara dengan mengirimkan iklan berbahasa Batak yang disisipkan dengan panorama indah Danau Toba.  Artinya, jika budaya Batak kurang diperhatikan di pentas nasional, mengapa kita tidak berpikir dan berbuat untuk memperkenalkan ke pentas internasional dengan berbagai cara?.  Ribuan televisi dari segenap penjuru dunia akan menyorot iklan tersebut di sisi lapangan yang nota bene ditonton satu milyard penduduk dunia (prediksi dari jumlah pertandingan mulai babak penyisihan group hingga babak final).  Songoni ma jolo sahalion pamasa na uja, molo tung adong na lobi hurang di hata ni parsiguriton on, pauk-pauk hudali pago-pago tarugi, na tading niulaki, na sala pi nauli.  HORAS..!!!!

*) Penulis adalah pemerhati sosial dan kolumnis budaya Batak

0 komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR :

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls